HEADLINEPENDIDIKANPERISTIWAPOLITIK & PEMERINTAHANTERKINI

Beginilah Gaya Siswa SD Labuhan Ketika Mahasiswa ITS Kenalkan  Burung Migran Yang Singgah di Taman Pendidikan Mangrove

 

siswa SD Labuhan saat melihat burung Mingran
siswa SD Labuhan saat melihat burung Mingran

Bangkalan,maduranewsmedia.com– Puluhan siswa SD di Desa Labuhan, Kecamatan Sepulu nampak antusias ketika 23 mahasiswa Kelompok Studi Burung Liar (KSBL) ‘Pecuk’ dan UKM Pecinta Lingkungan Hidup ‘Siklus’ Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya mengajak mereka keliling di Taman Pendidikan Mangrove di desa setempat sambil diperkenalkan beragam jenis burung migran, Minggu (22/5/2016).

Para siswa tak sabar menunggu giliran dan saling berebut dua teropong; Binocular 7 x 50 dan Monocular Bushnell milik mahasiswa saat diarahkan ke pusat hutan mangrove, tempat burung-burung migran berterbangan mencari makan. “Radit, jangan lama-lama. Ayo Gantian. Keburu bertengger nanti burungnya,” celetuk Intan Liraisyah, siswi kelas V SD Labuhan.

Sebelum diperlihatkan aneka jenis burung migran melalui dua teropong itu, mahasiswa mendatangi SD Labuhan untuk membekali siswa terkait semua jenis burung lokal dan burung migran melalui media gambar, Sabtu (21/5/2016). “Kami lantas menggelar lomba mewarnai burung hari ini, setelah siswa diajak keliling hutan mangrove dan melihat burung melalui teropong,” ungkap Ketua KSBL Pecuk ITS, Albi Hamdani.

Dengan mengusung tema And when the skies falling silent? Stop illegal killing, taking, and trade migratory bird sebagai wujud World Migratory Bird Day, mahasiswa ingin menanamkan arti penting pelestarian burung dan habitatnya kepada siswa sejak usia anak. “Apalagi konservasi mangrove di sini tengah berkembang. Indonesia menjadi salah satu jalur migrasi burung Australia dan negara bagai selatan belahan dunia. Salah satunya di Bangkalan ini,” jelas mahasiswa semester akhir Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan IPA ITS Surabaya itu.

Adapun jenis burung migran itu yakni burung Gajahan Pengala (Whimbrel Numenius/Phaeopus), Cerek (Plover, Charadrius SP), dan Trinil Kaki Merah (Common Redshank/Tringa Totanus).

Selain itu, burung pantai seperti Trinil Pantai (Common Sandpiper/Actytis Hypoleucos), burung air seperti Cangak Merah (Purple Heron/Ardea Purpurea), dan Kuntul Kecil  (Litle Egret/Egretta Garzetta) yang singgah sejak Desember 2014. “Namun kali ini hanya beberapa saja yang nampak, didominasi jenis Burung Gajahan dan Elang Putih. Semoga siswa dan warga sekitar bisa memahami arti penting populasi burung dan habitatnya,” pungkas mahasiswa asal Lamongan itu.

Sementara itu, Syahril (50), warga desa setempat mengatakan, penembakan terhadap burung lokal maupun burung migran kerap dilakukan warga sekitar maupun warga dari luar Desa Labuhan. “Berangsur menurun aksi penembakan. Bahkan sekarang sudah tidak ada lagi setelah di sini menjadi Taman Pendidikan Mangrove oleh pertamina (Pertamina Hulu Energy West Madura Offshor/PHE WMO),” jelas pria yang juga menjabat sebagai Sekretaris Poktan Mangrove itu.

Dihubungi terpisah, East Area HR/Ops and Kondev Tim Leader Ulika Trijoga mengapresiasi langkah Kelompok Studi Burung Liar (KSBL) ‘Pecuk’ dan UKM Pecinta Lingkungan Hidup ‘Siklus’ Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya dalam mengedukasi pelajar di sekitar  Taman Pendidikan Mangrove di Desa Labuhan.

“Langkah KSBL Pecuk sangat penting agar seluruh warga disekitar Taman Pendidikan Mangrove di Desa Labuhan bisa lebih menghargai lingkungan mereka, khususnya keanekaragaman hayati dan potensinya menjadi objek wisata yang eksotik. Aktivitas KSBL Pecuk sangat membantu terjadinya transfer pengetahuan dan kesadaran bagi warga,” kata Ulika.

Ia menjelaskan, PHE WMO mulai mendorong pemberdayaan masyarakat yang dikaitkan dengan pelestarian di Desa Labuhan dengan penanaman 10.000 mangrove pada tahun 2013. “Program pengembangan Taman Pendidikan Mangrove ditargetkan pada tahun 2018 sudah bisa membangun kemandirian masyarakat,” jelasnya.

Ulika memaparkan, konsep pengembangan Taman Pendidikan Mangrove menitikberatkan pada konservasi mangrove dan perlindungan wilayah pesisir, menangkap peluang ekonomi bagi masyarakat lokal, perlindungan sumber daya alam dan nilai budaya, serta peningkatan kualitas hidup dari kegiatan konservasi mangrove ini.

Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan penguatan kelembagaan bagi warga desa setempat, mewujudkan masyarakat pesisir yang berdaya dan memiliki kepedulian terhadap lingkungan. “Kini warga bersama PHE WMO bahu membahu  bukan saja untuk menyelamatkan lingkungan, tetapi juga berupaya menemukan nilai tambah ekonomi lewat pengembangan Taman Pendidikan Mangrove, termasuk lewat budidaya mangrove, cemara laut, dan Pepaya California,” katanya.

Saat ini, lanjut Ulika, Taman Pendidikan Mangrove telah menjadi destinasi akademik seperti yang dilakukan Mahasiswa Pasca Sarjana sebuah universitas swasta di Surabaya. Semangat masyarakat itu juga telah mendoromng hadirnya pengunjung lainnya, misalnya dari UGM, Universitas Ciputra, Universitas Trunojoyo Madura. ” Program Taman Pendidikan Mangrove Labuhan yg mengusung konsep community-based conservation dengan mengintegrasikan aspek lingkungan dan pemberdayaan masyarakat ini dikembangkan PHE WMO dengan poktan mangrove Cemara Sejahtera, Pemerintah dan masyarakat desa setempat, serta lembaga mitra, untuk mewujudkan sebuah kawasan konservasi dan pendidikan lingkungan, “ tuturnya.
Patut Didukung
Sementara itu, staf  Badan Lingkungan Hidup (BLH) Pemkot Surabaya, Dwi Rahayu S yang ikut menjadi peserta mengaku baru tahu di kawasan ini terdapat potensi Sumber Daya Alam (SDA) dengan keanekaragaman hayati tinggi. “Kebetulan pekerjaan saya ada hubungan dengan keanekaragaman hayati. Pesisir ini bernilai penting untuk kawasan konservasi,” ujarnya.

Alumnus ITS itu menabambahkan,  masyarakat ataupun pemerintah sudah seharusnya mengetahui daerah-daerah dengan spot-spot seperti ini untuk dijaga dan dilestarikan. “Tidak semua kawasan pesisir di Indonesia menjadi tempat singgah burung-burung dari negara lain dengan tujuan mencari suhu yang lebih hangat,” pungkasnya. (hib/shb)