HEADLINEPERISTIWAPOLITIK & PEMERINTAHANTERKINI

Pemilu 2019: Sirkus Politik Dan Perang Taktik

Muhammad Mahfud S.Kom

 

Penulis : Muhammad Mahfud S.Kom

 

Dewasa ini ruang publik tanah air banyak diisi oleh riuh intrik kontestasi politik yang dipertontonkan, khususnya oleh kedua belah pihak yang akan bertarung pada Pilpres 2019. Masyarakat melihat pertunjukan “Sirkus Politik” yang dimainkan dengan adu sensasi, bukan substansi ataupun gagasan dan visi misi.

Mulai dari perang logika “Winter is Coming” dan “Make Indonesia Great Again” sampai “politik sontoloyo, tampang boyolali” dan yang baru-baru ini yaitu politik ketakutan atau “politik genderuwo”.

Hal tersebut menuai banyak kritik dari masyarakat yang notabene menantikan gagasan-gagasan atau ide-ide dari calon-calon pemimpin bangsa tersebut, dan juga membuat masyarakat dilema dalam menentukan pilihannya.

Faktanya, Masyarakat awam tidak mengerti dan tidak menginginkan masalah sensasi yang ada, yang mereka inginkan adalah seorang pemimpin dengan gagasan yang nyata tanpa rekayasa dalam membangun impian dan masa depan mereka.

Masyarakat tidak ingin lagi adanya seorang pemimpin yang hanya mengumbar janji belaka tanpa ada nya realisasi. Seorang pemilih yang cerdas lah yang dapat membuat pemilihan umum tersebut menjadi berkualitas. Di sini penulis ingin sedikit membahas tentang bagaimana untuk dapat menuju pemilu yang berkualitas dengan masyarakat nya yang cerdas dalam memilih.

 

Gagasan, ide, visi dan misi

Hal ini lah yang paling penting dan harus sangat-sangat diperhatikan, dipikirkan, dan dipertimbang kan oleh seorang pemilih. Karena ini menyangkut masa depan sang pemilih itu sendiri. Namun selama ini dalam pelaksanaannya, yang menjadi polemik ialah seorang pemilih menentukan pilihannya bukan berdasarkan hal tersebut, akan tetapi berdasarkan asas politik keakraban atau kekerabatan, asas kekeluargaan, asas suku,daerah, ras dan agama (politik identitas). Tentu akan timbul perbedaan yang signifikan dari kelompok yang mayoritas dan minoritas dan tentu hal tersebut akan merugikan.

Karena belum tentu berdasarkan hal tersebut, seorang yang kita pilih itu benar-benar pas untuk dipilih jika tidak dilihat berdasarkan gagasan-gagasan yang mereka buat. Memang secara konstitusi tidak ada larangan tentang hal tersebut. Setiap orang berhak memilih calon pemimpin sesuai hati nurani mereka tetapi akan lebih baik jika masalah gagasan, ide, visi dan misi yang harus jadi perhatian utama bagi sang pemilih.

Sejak dimulainya masa kampanye Pilpres, khususnya hingga saat ini, lebih didominasi oleh sensasi yang jauh dari esensi. Kampanye yang cenderung kearah yang tidak substantif dan lebih ke arah provokatif. Saling menjatuhkan dan tidak ada hubungan sama sekali dengan masalah kehidupan publik, yang diinginkan publik ialah fokus pada sajian gagasan-gagasan yang bersifat efektif  jika dilaksanakan untuk kesejahteraan publik kedepannya.

Ruang publik hendaknya juga disi dengan perdebatan adu gagasan oleh para calon-calon pemimpin atau calon-calon wakil rakyat, sehingga dapat membuka mata publik bahwa mereka memang pantas untuk dipilih pada pemilu 2019.

Untuk itu seorang pemilih harus betul-betul teliti agar jangan salah dalam memilih seorang pemimpin ataupun wakil rakyat yang akan datang sehingga apa yang diharapkan dan di idam-idamkan oleh rakyat dapat dilaksanakan oleh orang yang mereka pilih berdasarkan gagasan, ide, visi dan misi yang bertujuan akhir pada kesejahteraan pemilih itu sendiri.

 

Rekam jejak  dan prestasi

Yang satu ini juga tak kalah penting dalam pemilu 2019 yang akan datang. Seorang calon pemimpin ataupun wakil rakyat tidak cukup hanya dengan gagasan, ide, visi dan misi nya saja, rekam jejak merupakan salah satu pedoman penting kita dalam memilih.

Dari sini pemilih dapat melihat bagaimana calon pemimpin yang akan mereka pilih tersebut sesuai atau tidak dengan kriteria sebagai calon pemimpin bangsa, pantas atau tidaknya mereka jadi pemimpin itu bisa dilihat dari rekam jejak tersebut. Pada pilpres 2019 yang akan datang, kembali ada 2 pasangan capres dan cawapres. Terjadi kembali duel lama Pilpres 2014 yaitu antara pasangan petahana Jokowi dan sang lawan Prabowo. Hanya saja mereka menggandeng calon wakil presiden yang baru.

Dari sini sang pemilih dapat dengan mudah menilai sejauh mana rekam jejak dan prestasi para calon pemimpin tersebut. Jokowi sebagai petahana dapat dilihat sejauh mana perkembangan segala hal yang menyangkut kesejahteraan rakyat selama 5 tahun priode kepemimpinannya.

Prabowo sebagai sang lawan juga memiliki rekam jejak dan prestasi yang sangat mentereng. Begitu pula kedua wakilnya. Tinggal rasionalitas sang pemilih lah yang menentukannya. Jangan sampai nantinya terpilih seorang pemimpin yang berorientasi pada kepetingan pribadi, bukan hajat hidup orang banyak.

Pada pesta demokrasi kali ini hendaknya publik merayakannya dengan sebaik-baik perayaan. Tentukan pilihan berdasarkan dengan hati nurani yang bersih tanpa ada rasa paksaan dalam diri. Gagasan, ide, visi dan misi serta rekam jejak dan prestasi jangan pernah dilupakan dan selalu jadikan sebagai pedoman untuk kehidupan 5 tahun yang akan datang dan seterusnya. Jauhi segala macam polemik yang ada serta praktik politik curang yang dilakukan oleh elit-elit politik. Elit politik pun juga harus menghentikan praktik politik praktis yang dapat merugikan sang pemilih.

Untuk pemilu yang berkualitas, butuh sinergitas dari seluruh pihak yang bersangkutan. Hentikan adu sensasi di antara elit politik yang tak ada sangkut pautnya dengan kesejahteraan rakyat. Mulailah dengan kampanye sehat yang dapat mencerdaskan publik tanpa ada retorika saling menjatuhkan.

Pilihan boleh berbeda, tapi persatuan harus tetap dijaga karena kita semua saudara. Yang salah bukan lah pilihan yang berbeda tapi orang yang tak ingin ada perbedaan dalam pilihan. Disini penulis menngajak untuk bersama-sama menjadi pemilih yang cerdas agar mewujudkan pemilihan umum 2019 yang berkualitas dan bermoralitas.