OPINI

Nakes Berguguran, Dunia Kesehatan Masih Dirundung Duka

Oleh: Dwi Indah Lestari, S.TP (Pemerhati Persoalan Publik)

Duka kembali menyelimuti dunia kesehatan. Setelah sebelumnya Indonesia mengheningkan cipta dengan wafatnya 100 dokter, kini korban covid-19 dari tenaga kesehatan kembali bertambah. Seorang perawat yang bertugas di RSUD dr H Slamet Martodirdjo, Pamekasan meninggal terinfeksi virus corona.

Berdasarkan penuturan Ketua Gugus Tugas Penanggulangan Covid-19 RSUD dr H Slamet Martodirdjo Pamekasan, dr Syaiful Hidayat, sejak 29 Maret 2020 hingga 7 September 2020 sudah ada 50 orang tenaga kesehatan yang ada di Kabupaten Pamekasan terkonfirmasi positif covid-19. Tenaga kesehatan tersebut terdiri dari dokter, bidan dan perawat (tribunmadura.com, 7 September 2020).

Kurangnya Perhatian Pada Keselamatan Nakes

Sejak digulirkannya new normal life, aktivitas masyarakat seakan-akan kembali seperti semula. Manusia melakukan interaksi seperti sedia kala. Pusat-pusat ekonomi kembali dibuka, begitupun tempat wisata dan tempat hiburan. Para pekerja kembali bekerja di kantor atau pabrik-pabrik.

Padahal kurva covid masih terus menunjukkan peningkatan jumlah setiap harinya. Hasilnya bisa ditebak. Lonjakan penambahan kasus dari hari ke hari semakin bertambah pesat. Bahkan kini perhari jumlah kasus positif covid-19 mencapai 3000 kasus lebih.

Hal ini tentu saja membuat pusat-pusat pelayanan kesehatan seperti rumah sakit-rumah sakit yang ada semakin kewalahan. Sejak awal wabah ini menyeruak, rumah sakit sudah dibuat tak berdaya dengan minimnya fasilitas dan alat kesehatan untuk menangani pasien covid-19. Bahkan sempat mengalami kelangkaan APD, masker dan cairan sanitizer karena aksi borong dan permainan nakal para penimbun yang mencari kesempatan di tengah pandemi.

Ironisnya, pemerintah sendiri seakan kurang peduli dengan kondisi ini. Kekurangan APD yang dialami para nakes malah direspon dengan tetap melakukan ekspor APD. Hal ini semakin membuat para nakes kecewa dan kelimpungan.

Pemberlakuan new normal life, yang kini diganti istilah Adaptasi Kebiasaan Baru, membuat kondisi pandemi semakin parah. Alih-alih memutus rantai penyebaran, kebijakan ini membuat semakin masifnya penyebaran virus di tengah masyarakat. Korban covid-19 terus berjatuhan tak hanya dari masyarakat sipil tapi juga tenaga kesehatan.

Meski protokol kesehatan diterapkan, bahkan dilakukan razia masker di tempat-tempat umum, namun pelanggaran tetap terjadi. Bisa jadi masih kurangnya pemahaman masyarakat terhadap bahaya covid-19 inilah yang melatarbelakangi sehingga banyak yang tidak mengindahkan protkes yang sudah ditetapkan.

Persoalan kekurangan alat pengamanan diri bagi para tenaga kesehatan, nyatanya hingga kini tak jua dapat diatasi oleh pemerintah. Hingga para nakes harus berjuang dengan APD yang minim dan tak memadai. Belum lagi fasilitas ruang yang terbatas di rumah sakit-rumah sakit sementara pasien terus membludak semakin menambah resiko nakes terpapar virus menjadi sangat besar.

Perlu Langkah Nyata

Kehilangan 100 dokter adalah sebuah kerugian bagi dunia kesehatan Indonesia. Belum lagi kematian nakes dari kalangan perawat dan bidan. Tentu tak mudah mendapatkan kemballi SDM yang mumpuni untuk menangani pandemi dengan segera saat ini. Untuk itu seharusnya pemerintah mulai memikirkan untuk langkah lebih tepat dan cepat dalam mengatasinya, agar korban jiwa baik dari nakes maupun masyarakat umum tidak terus bertambah. Pemerintah sebaiknya menjadikan agenda penuntasan wabah sebagai hal yang utama untuk dilakukan saat ini.

Mungkin tak ada salahnya, kita berkaca pada bagaimana Islam memberikan solusi dalam menangani wabah. Pada masa Rasulullah Saw, pernah terjadi wabah kusta. Saat itu Rasul segera memerintahkan untuk melakukan karantina terhadap daerah yang terkena wabah. Hal ini dimaksudkan agar wabah tidak menyebar ke wilayah lainnya.

Memang bisa jadi ada konsekuensi yang harus ditanggung dari pengambilan langkah ini. Diantaranya, negara wajib menanggung seluruh kebutuhan pokok warga yang berada di wilayah karantina. Hal ini jelas membutuhkan biaya besar. Namun langkah ini lebih efektif dan menghemat biaya, bila dibandingkan dengan membiarkan wabah terus melanda, yang dampaknya berbahaya bagi keselamatan jiwa dan laju ekonomi yang lambat laun akan melemah bahkan terpuruk.

Selanjutnya, perlu dilakukan tes cepat untuk memisahkan orang yang sakit dan yang sehat. Mereka yang terjangkit penyakit itu, kemudian diisolasi dan diberikan perawatan maksimal hingga sembuh di tempat yang jauh dari pemukiman. Sementara yang sehat dapat melanjutkan aktivitas keseharian secara normal.

Untuk itu pemerintah wajib memenuhi kebutuhan rumah sakit-rumah sakit, meliputi alat-alat kesehatan, fasilitas ruangan dan APD yang mencukupi serta memadai bagi tenaga kesehatan dalam menangani pasien positif. Hal ini agar keselamatan nakes dapat dijaga dari paparan sumber penyakit karena berinteraksi langsung dengan pasien.

Pemerintah juga harus melakukan upaya edukasi di tengah masyarakat untuk memberikan pemahaman tentang wabah, bahayanya, urgensi mengikuti protokol kesehatan dan kebiasaan hidup sehat. Dengan begitu dukungan dari warga masyarakat akan bersinergi dengan upaya pemberantasan wabah yang dilakukan oleh negara.

Selanjutnya pemerintah perlu memberikan dukungan dan mendorong dilakukannya riset untuk menemukan vaksin dan obat sebagai bagian dari penanggulangan wabah. Dengan begitu masyarakat akan mendapatkan jaminan kesehatan maksimal dalam menghadapi pandemi.

Dengan berbagai langkah yang ditempuh tersebut, pandemi akan bisa dituntaskan dengan cepat dan menyeluruh. Kehidupan masyarakat bisa berlangsung normal kembali dan roda perekonomian yang terpuruk dapat berputar lagi, dengan tidak mempertaruhkan keselamatan warga dan tenaga kesehatan. Wallahu’alam bisshowab.