HEADLINEKESEHATANMEDURREH ONGGUPENDIDIKANPERISTIWATERKINI

Kelompok Tani Cemara Sejahtera Padukan Potensi Kawasan Mangrove Dengan Pertanian dan Peternakan

Ketua kelompok tani, Misnawat


Bangkalan, maduranewsmedia.com –
Berkembangnya taman pendidikan  mangrove di Desa Labuhan Kecamatan Sepulu kabupaten Bangkalan yang hingga menjadi kawasan konservasi di bawah pengawasan Badan Pengelola Hutan Mangrorve (BPHM) Wilayah I Bali, tak lantas membuat kelompok tani Cemara sejahtera puas.  Kelompok tani binaan Pertamina Hulu Energy West Madura Offshore (PHE WMO) yang berdiri sejak 2013 itu memadukan potensi kawasan mangrove dengan pertanian dan Peternakan.

 

Saat ini Kelompok tani Sejahtera dibidang pertanian mengembangkan Pepaya California, sedangkan dibidang peternakan memelihara Kambing Etawa, dan budidaya Kepiting Soka. Perpaduan kawasan taman pendidikan  mangrove itu ternyata mampu mengurangi jumlah pengangguran khususnya bagi 23 orang anggota Cemara Sejahtera .


“Sebelumnya anggota Kelompok  kebingungan untuk mendapatkan pekerjaan,  tapai setelah kawasan mangrove dikembangkan ternyata kegaiatan tambah banyak dan bisa mengurangi pengangguran,  serta banyak anggota dan warga desa Labbuan yang engan menjadi TKI lagi,”  kata Ketua Kelompok Tani Cemara Sejahtera, Misnawar (42), Selasa  (20/9/2016).

 

Dikatakan Misnawar, pengembangan dibdang pertanian bermula pada Januari 2016 setelah PHE WMO memberikan bnatuan 500 biji Pepaya California. Ratusan biji itu lantas ditanam di kantong-kantong polybag yang berjarak 100 meter dari Taman Pendidikan Mangrove.

Misnawar menjelaskan, pemilihan Pepaya California yang kini mulai dikenal warga pantura Bangkalan dengan sebutan Pepaya Labuhan itu, dikarenakan lebih mempunyai nilai ekonomis dibandingkan dengan jenis pepaya lokal. Apalagi dalam satu pohon, bisa berbuah 20 pepaya hingga 25 pepaya.


lebih lanjut Misnawar mengatakan, saat ini penjualan hasil budidaya Pepaya Labuhan ini masih sebatas melayani pesanan warga Desa Labuhan dan sejumlah desa terdekat, namun Misnawar optimis budidaya Pepaya Labuhan itu memiliki prospek bagus di masa mendatang.

Di antara kandang dan kebun pohon pepaya, berdiri bangunan dari kayu yang difungsikan sebagai tempat penyimpanan pakan kambing hasil fermentasi dari kulit ketela pohon, kulit kacang, dan dedaunan termasuk daun pohon pepaya itu.


Mantan TKI yang enggan kembali ke Malaysia, Syahril (46) mengatakan, keberadaan pohon pepaya dan hewan ternak kambing telah menciptakan simbosis mutualisme hingga terbentuk konsep rantai makanan. “Daun pepaya, rumput, kulit singkong, dan kulit kacang digiling hingga halus. Setelah itu, diaduk dengan deddak. Kambing-kambing lebih lahap dari pada hanya diberi daun saja,” kata Syahril yang menjabat Sekretaris Kelompok Cemara Sejahtera.

Ia menuturkan, kelompoknya kini tengah mempersiapkan budidaya Kepiting Soka di lahan tambak seluas satu hektare, 50 meter dari kebun pepaya. Kepiting yang mudah dijumpai di area mangrove itu sebelumnya sudah dikenal warga setempat dengan sebutan kepiting senolot (berganti cangkang).


Syahril menyebutkan, masyarakat Desa Labuhan baru mengetahui bahwa kepiting soka tersebut bisa laku dijual dengan harga Rp 90 ribu hingga Rp 95 ribu per kilogramnya karena kandungan proteinnya sangat tinggi. “Kami terkungkung oleh mitos, kami takut makan kepiting soka. Terlebih perempuan hamil, kuatir berpengaruh terhadap fisik bayi atau bayi lahir prematur,” tandasnya.

Sementara itu, Head of HR Ops and Comdev East Java PHE WMO, Ulika Trijoga mengungkapkan, kombinasi kegiatan pertanian, peternakan, dan perikanan di kawasan mangrove diharapkan mampu menimbulkan multiplier effect dan agroforestry. 
Sehingga, selain mempunyai nilai ekonomis, juga mampu memperbaiki serta meningkatkan kondisi lingkungan. “Dalam setahun, siklus panen nantinya terus berputar. Selain bisa panen pepaya, masyarakat bisa menjual hewan ternak, kepiting soka, kakap, hingga mujair,” pungkas Ulika Trijoga. (hib/shb)