Pengumuman Orang Meninggal Dari Toa Musholla Itu Laksana Lonceng Kematian Bagi Pasien Covid-19
Kepala Puskesmas Kota Bangkalan, dr Wiwid Mayasari
Bangkalan,maduranewsmedia.com-Lulus dari Fakultas Kedokteran dan menjadi seorang dokter adalah cita-cita dari dr Wiwid Mayasari, namun pada masa pandemi covid-19 seperti saat ini tenaga kesehatan (Nakes) yang merupakan garda terdepan dalam menangani dan menangulangi virus asal Wuhan itu suatu keharusan, tak terkecuali dengan Wiwid sapaan akrabnya Kepala Puskesmas kota Bangkalan ini. Banyak kisah pilu yang dialami dia sebagai Nakes pada serangan gelombang kedua covid-19. “Covid second wave atau gelombang kedua pada tahun 2021 ini menurut saya sebagai Nakes lebih berat dibandingkan dengan covid-19 pada awal awal tahun 2020,” kata Wiwid mengawali kisahnya.
Namun seberat apapun serangan Covid-19 gelombang kedua ini, sebagai Nakes tidak menciutkan nyali-nya untuk tetap melakukan penanggulangan virus Covid-19 dan memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat . lebih lebih saat dirinya didapuk sebagai kepala Puskesmas kecamatan Sepulu pada bulan April 2021, dimana pada saat itu kasus covid-19 gelombang kedua sangat tinggi. “Hampir setiap hari dari Toa Musholla ada pengumuman orang meninggal, ini yang membuat saya merinding karena dalam sehari ada 5 hingga 10 pengumuman orang meninggal,” turur perempuan yang mengawali karier sebagai ASN di ASN di RSUD dr slamet Martodhirjo Pamekasan tahun 2010 hingga 2016 ini.
Pada saat menjabat sebagai kepala Puskesmas Sepulu, perempuan kelahiran tahun 1984 ini bolak balik ke RSUD Syarmabu Bangkalan untuk menjemput jenazah pasien Covid-=19. “Baru 1 bulan saya menjabat Kapus Sepulu, dihantam covid-19 second wave, dalam 1 hari saya menjemput jenazah di RSUD Syamrabu 6 jenazah, ini sungguh luar biasa perjuangan teman teman Nakes, yang namanya mobil ambulance bolak balik dari kecamatan Sepulu ke Bangkalan,” kata Wiwid.
Kondisi di Puskesmas Sepuluh yang dia pimpin semakin goyah, ketika 15 orang Nakes di puskesmas tersebut terpapar Covid-19. namun hal itu tidak membuat alumni Fakultas Kedokteran Unair Surabaya ini panik dan kehilangan semangat. “Saya tarik Nakes dari desa untuk jaga di UGD dan rawat inap, sementara 15 Nakes yang terpapar saya suruh melakukan isolasi mandiri, itu terjadi pada awal awal bulan Juni 2021 pada waktu memang pasien membludak,” terang dia sambil sesekali membenahi jilbabnya.
Setelah 15 Nakes di Puskesmas Sepulu terpapar Covid-19, giliran dia terpapar covid-19, sepertinya cobaan dari Allah SWT harus dia terima dengan sabar dan penuh semangat. “Ketika saya terpapar, saya langsung isolasi mandiri dirumah selama 12 hari, karena pada waktu itu masih boleh melakukan isolasi mandiri dirumah, waktu itu hanya genjala ringan, hilang penciuman dan hilang pengecapan atau rasa,” kata Isteri Krisna Adi Putra ini mengisahkan masa masa sulit-nya.
Meskipun sudah terpapar Covid-19, perempuan kelahiran Bangkalan ini tidak kuatir didalam menangani dan menanggulangi Covid-19. ”Bismillah yang penting saya harus jaga imun, tetap disiplin prokes, saya pikir Nakes itu harus kuat, ngak boleh ter-sugesti dengan berita-berita hoax ataupun dengan perasaan sendiri, ngak boleh terlalu takut dan ngak boleh terlalu abai,” pungkas ibu satu orang anak ini.(moh amin)