Angkutan Tradisional Cikar Dan Dokar Mulai Punah, Tradisi Tahunan Masyarakat Desa Jaddih Tanpa Cikar Hias
Bangkalan, maduranewsmedia.com– Tradisi tahunan dokar dan cikar hias dalam menyambut lebaran ketupat yang digelar oleh masyarakat tiga desa yaitu desa Jaddih, Parseh dan desa Bilaporah kecamatan Socah kabupaten Bangkalan pada lebaran Ketupat tahun ini tanpa adanya Cikar atau pedati hias. Hal itu disebabkan karena angkutan tradisional itu mulai punah, begitu juga dengan angkutan tradisonal dokar. “Angkutan Cikar memang tidak ada karena pemilik Cikar sudah banyak yang meninggal dunia dan generasi penerusnya sudah tidak ada yang mau melanjutkan untuk memelihar Sapi sebagai penarik Cikarm” kata Panitia Pelaksana Kirab Budaya, Anwar, Ahad (2/7/2017)
Dikatakan Anwar, meskipun angkutan tradisional cikar sudah punah, namun pihaknya tetap melestarikan tradisi tahunan berupa lomba dokar dan cikar hias yang diikuti oleh tiga desa di kecamatan Socah ini. “Tardisi ini merupakan tradisi turun temurun, makanya meskipun sudah modern dan sudah tidak ada cikar, kita akan tetap melestarikan tradisi tahunan ini,” jelas Alumni Universitas Trunojoyo Madura ini.
Dijelaskan, Anwar dengan mulai punahnya angkutan tradisonal ini pelaksanaan kirab budaya dokar dan cikar hias yang merupakan tradisi masyarakat di tiga desa ini tetap meriah. “ Saat ini peserta Dokar hias ada 40 dokar, kalau pada tahun sebelumnya atara 600 hingga 100 dokar, karena transportasi dokar disini sudah mulai pubah,” terangnya.
Salah seorang tokoh masyarakat desa Jaddih, Imam Syafii mengatakan, pada zaman dahulu, kendaraan yang dihias dan dikutkan lomba pada tradisi tahunan yang digelar masyrakat desa Parseh, jaddih dan Bialporan ini murni dikar dan Cikar. “Kalau dulu kendaraan yang dikutkan itu murni dokar dan cikar, sekarang sudah di campur-campur, ada colt pic-up dan ada motor odong-odong,” jelas Imam Syafii.
Dijelaskan dia, dulu kendaraan yang diikutkan dalam lomba ini merupakan kendaraan yang mengangkut baru dari gunung kepada pekerja kapur. “Kalau dokarnya itukan menganngkut masyarakat desa yang ingin pergi ke kota bangkalan sampai di Klobungan, sementara Cikar yang ditarik sapi itu mengangkut batu dari gunung jaddih ke para pengrajin batu kapur,:” tuturnya.
Ditambahkan Imam Syafii, pada awalnya tradisi tahunan masyarakat desa Jaddih, Parseh dan Bilaporah ini tidak ada yang mengkoordinir. Masyarakat yang memiliki angkutan cikar dan dokar kalau hari raya ketupat tanpa dikomando, mereka menghias dokar dan cikarnya sendiri. “Taridisi tahunan ini yang mulai dikordinir sejak tahun 1985, dului tidak ada orkesnya, dan tidak dilombakan seperti sekarang ini,” katanya.
Dikatakan Imam Syafii, tradisi tahunan cikar dan dokar hias ini sebenarnya merupakan ajang silaturahmi, dan juga sebagai bentuk penghormatan kepada masyrakat desa yang ingin kembali ke perantauannya. “Jadi masyrakat desa Jaddih yang merantau jauh tidak berangkat ke tempat perantauan sebelum lebaran ketupat dan menyaksikan cikar dan dokar hias ini,” pungkasnya. (hib/shb)